Manhattan, belahan kota New York di bagian upper-east side, seolah-olah menjadi a Never Enough city. Inilah kota yang tampak tidak pernah merasa cukup untuk terus berinovasi dan membangun mimpi bersama warga yang mencintai kehidupan dinamis dan (mungkin) kosmopolis dari teritori ini. Gaya hidup “never enough” juga penulis temukan pada diplomat muda Indonesia yang bertugas di kantor PBB di Manhattan. Beliau adalah Adib Zaidani Abdurrohman.
Adib yang dua tahun terakhir
bekerja sebagai negosiator PBB untuk Indonesia yang berkantor di Manhattan
(sejak awal 2020), selalu terpacu untuk menjaga dinamika hidupnya dengan merasa
tidak pernah cukup untuk mengisi ilmu dan mengembangkan aktivitas progresif
sesuai kompetensi yang dimilikinya. Siapa sangka sosok family man sekaligus
lulusan ekonomi manajemen di Universitas Islam Indonesia yang mengawali karir
sebagai bankir ini mampu memiliki peran sebagai diplomat. Sebab dalam
bayangannya, pihak-pihak yang dapat lolos CPNS untuk jalur diplomasi kenegaraan
hanyalah lulusan hubungan internasional saja.
Saat menempati posisi di
kementerian luar negeri, seperti kebanyakan PNS lainnya, Adib juga mengikuti
tahapan seperti diklat serta magang. Kemudian Adib mendapat kesempatan menerima
beasiswa dari Australian Development Scholarship untuk menunjang
perannya di bidang diplomasi. Beasiswa pendidikan yang didapatkannya yaitu
program master of diplomacy & trade dari Monash University Australia.
Ilmu yang didapatkannya dari
program master tersebut membawanya ditempatkan di Pretoria – Afrika Selatan
pada 2008 untuk mengembangkan potensi perdagangan bilateral dengan Negara
tersebut. Sebab saat itu, Negara ini masuk kategori jalur perdagangan non
tradisional Indonesia ketika yang dianggap jalur tradisional adalah
Negara-negara yang sudah menjadi target pasar potensial seperti Eropa,
Singapura maupun Jepang.
Setelah bertugas di Afrika
Selatan, Adib kembali ke tanah air dan bertugas selama tiga tahun di Jakarta
untuk menangani kerjasama multilateral bidang kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia.
Saat itu ia berkesempatan memperkuat spesialisasinya di bidang penanganan bencana alam dan pengungsi internasional. Portofolio tersebut yang membuatnya
kemudian ditempatkan sebagai delegasi Indonesia di PBB mulai awal 2020.
Namun pada
perkembangannya, PBB membutuhkan sosok yang ahli dalam memahami dan
bernegosiasi di ranah manajemen PBB. Sebab peran Negara-negara anggota PBB itu sebenarnya
seperti shareholders (pemegang saham). Dengan demikian yang menjadi
urusan di dalamnya tidak hanya soal politik kenegaraan tapi juga manajemen PBB
itu sendiri seperti SDM, anggaran serta program kerja. Tentunya hal tersebut
dinegosiasikan antar Negara sehingga perlu diplomat untuk menjadi bagian dari shareholder
mewakili tiap-tiap Negara. Materi atau isu yang perlu dinegosiasikan akan
dikeluarkan oleh seluruh negara anggota dari PBB, diputuskan para diplomat yang
wakili negara masing - masing melalui rapat komite V. Demikianlah rutinitas
kerja Adib di tengah dinamika masyarakat Manhattan saat ini.
Kebijakan atau isu yang paling berkesan selama dua tahun bertugas di PBB terkait pendanaan dalam mengurusi konflik Palestina. Sebab sebelumnya, United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA), lembaga yang memberikan pertolongan pada pengungsi Palestina, belum pernah mendapatkan pendanaan yg sesuai dengan proposal yang diajukan. Untungnya ketika tahun 2021 silam, Adib dipercaya sebagai lead negotiator bagi G77 and China (faksi negara - negara PBB yang merupakan koalisi 134 negara berkembang), dimana ada Palestina di dalamnya dan bahkan ada Negara penentang Palestina juga. Negosiasi tersebut bertujuan supaya program UNRWA yang sebelumnya banyak ditentang negara-negara maju guna mengurangi pendanaan ke Palestina, mendapat anggaran yg cukup untuk 2022. Sebagai pemimpin dalam negosiasi tersebut, Adib merasa lega program UNRWA dapat membantu meringankan pengungsi Palestina yang tersebar di mana – mana secara lebih optimal.
Tidak hanya berkiprah di bidang praktik diplomasi, Adib juga turut menyosialisasikan peran diplomat dan PBB untuk Indonesia melalui sebuah organisasi yang melibatkan beliau sebagai co-founder yakni Rostrum Diplomacy ID. Tujuan dibuatnya Rostrum Diplomacy ID sejak awal 2021 adalah berdasarkan kesadaran bahwa pada dasarnya PBB tidak memberikan manfaat bagi pemerintah dan diplomat multilateral saja. Tapi pengetahuan mengenai PBB dan sumber daya yang dimiliki PBB juga dapat memberikan manfaat, dan referensi penting untuk generasi muda mengembangkan kompetensi diplomasi, apalagi cara pengambil keputusan di PBB itu transparan.
Hanya saja, memang informasi lengkap dan komprehensif mengenai PBB kurang bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia secara luas. Sehingga diharapkan Rostrum Diplomacy ID mampu menyederhanakan informasi tentang pola kerja PBB ke Indonesia dan membangun mindset diplomatik bagi generasi muda yang berencana berkarir di bidang ini.
Atmosfer Manhattan
sebagai “a never enough city-side” makin membuat Adib terpacu bergerak dinamis.
Di tengah kesibukannya sebagai diplomat Indonesia untuk PBB dan menggerakkan
organisasi yang dikembangkannya, Adib masih tertantang untuk “juggling times”
dengan mengambil program Master Of Business & Administration (MBA)
Information Technology di The University
of Western Governor yang bertempat di Utah. Selain itu menjaga waktu
berkualitas bersama keluarga: istri dan ketiga anaknya adalah hal yang priceless. Selalu melakukan video call
saat jeda bekerja dan city sight seeing
setiap akhir pekan bersama keluarga tak lepas dari agenda utamanya.
Bagi Adib, New York terutama Manhattan adalah zona yang sangat mendukung aktivitasnya. Atmosfer masyarakat Manhattan bergerak cepat namun tidak terburu-buru. Apalagi mobilitas pendukungnya sangat diakomodir oleh fasilitas kota yang memadai, semua orang mampu bergerak leluasa tanpa adanya kemacetan. Tentu saja dinamika ini mambuat Adib makin mantap untuk mempersiapkan diri menempuh pendidikan jalur doktoral ke depannya.
Komentar