Langsung ke konten utama

Gengsi Sales Executive


Citra pekerjaan sales sempat mendapat stigma negatif (dalam pandangan penulis) di kurun waktu tahun 90-an hingga awal 2000-an. Apa hal yang melatarbelakangi itu? Kemungkinan dikarenakan cara kerja atau strategi berjualan yang agresif (mendesak). Sebagai contohnya adalah hal yang pernah dialami penulis ketika masih kecil. Saat itu pintu rumahnya diketuk oleh seorang sales pisau dapur. Mbak-mbak sales ini menyapa dengan memberikan kuis: "Adek, apa nama negara yang terkenal sebagai produsen jam tangan?" dengan spontan oleh penulis yang baru berusia sepuluh tahun dijawab "Jerman". Kemudian sales tersebut menyampaikan bahwa "si adek" berhak mendapatkan jam tangan digital gratis dengan cara membeli seperangkat pisau dapur senilai Rp. 100.000.
     Itulah yang penulis sebut sebagai strategi komunikasi yang agresif atau mendesak: kalau mau dapat hadiah ya harus beli produk utamanya. Pada akhirnya di setiap kompleks perumahan atau gang-gang perkampungan kemudian dimunculkan mini baliho bertuliskan "Sales harap lapor RT/ RW". Sehingga saat itu pekerjaan sales sempat mendapatkan stigma negatif dari masyarakat sebagai si tukang maksa untuk beli atau tukang tipu-tipu jualan produk biasa dengan harga tinggi.
     Padahal sales person adalah lini terdepan di perusahaan yang memegang peranan penting untuk tingkat ekuitas perusahaan (dalam hal keuntungan tentunya). Berbeda dengan marketing yang melakukan pemetaan supaya brand yang diusung lebih merata persebarannya untuk mencapai target market, maka sales executive (sebutan terkini) adalah eksekutor di lapangan akan pemetaan target market yang sudah dibuat oleh marketing supaya brand yang berwujud produk tersebut mampu membuat target market yakin akan value-nya sehingga mereka terpacu (memiliki desire) untuk mengkonsumsi-nya.
     Memang seorang sales executive harus jualan atau istilahnya hard selling. Dalam melakukan hard selling juga selayaknya tidak perlu gengsi. Karena gengsi membuat target market tidak kenal dengan produk dari brand yang kita usung, mereka tidak paham value-nya apalagi ada keinginan untuk mengkonsumsinya. 
     Pola komunikasi yang dijalankan sales executive saat ini memang sudah banyak yang berorientasi pada tindakan asertif yakni lugas dan efektif daripada sekedar agresif: belilah! Salah satu contoh hal sederhana dalam hal ini adalah; semisal kita sudah pernah memiliki database konsumen potensial, lalu kita kirimi SMS/ email blast mengenai informasi produk/.layanan baru yang kita jual. Konsumen akan sepintas lalu saja ketika menerima informasi yang diberikan secara blasting, namun apabila setelah blasting kita kontak satu persatu dari database tersebut, sebut namanya dan tanyakan "Bapak/ Ibu (nama) sudah menerima informasi terbaru produk kami yang saya kirimkan via email kemarin?" lalu tanyakan pula kesediaannya untuk bertemu supaya bisa menyajikan presentasi mengenai keunggulan produk/ layanan terbaru tersebut. Upaya ini akan lebih elegan, kita lugas pada tujuan kita yakni jualan dan jujur terhadap nilai produk/ layanan yang kita jual. Ingat tidak ada istilah gengsi untuk menjadi seorang sales executive, tapi kita bisa menjadi sales executive yang bergengsi!

Sumber gambar: 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Garri Juanda, Tentang Karir, Bisnis dan Tentang Anak

Apa yang membuat AW&Co (PR & MarComm Consulting) tertarik mengulas Garri Juanda berawal dari kiprahnya yang pernah menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Tokopedia. Ia telah bergabung dengan Tokopedia sejak tahun 2016 dan telah memegang berbagai posisi, termasuk Vice President of Marketplace dan Co-Head of Marketplace. Garri lahir dan besar di Jakarta. Ia lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta pada tahun 2003 dan kemudian melanjutkan kuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, dengan mengambil jurusan Business Administration. Setelah lulus dari universitas pada tahun 2007, Garri bekerja sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company selama dua tahun. Pada tahun 2009, Garri bergabung dengan Rakuten, perusahaan e-commerce terbesar di Jepang. Di Rakuten, Garri bekerja sebagai product manager dan kemudian sebagai lead corporate planning officer. Selama bekerja di Rakuten, Garri terlibat dalam pengembangan berbagai produk dan layanan baru, termasuk Rakuten Mar...

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan...

Kalau (Pak) Andin Rahmana Ngobrol Digital Marketing

Andin Rahmana, seorang profesional di bidang digital marketing adalah relasi AW&Co Communication & Business consulting sejak beliau masih di Yogyakarta pada medio tahun 2012. Sebagai seorang ayah dengan dua anak, Andin terbiasa “juggling” dalam aktivitas sebagai kepala keluarga dan karir yang dijalani. Saat ini, Andin menjabat sebagai Head of Academic & Community di Purwadhika Digital Technology School. Padahal, Saat Kuliah Ingin Jadi Penyiar Perjalanan karir Andin dimulai dari minatnya pada dunia penyiaran. Saat masih menempuh studi S1 di bidang komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Andin mencoba peruntungannya menjadi penyiar di radio Swaragama FM, sebuah radio terkenal di Yogyakarta. Meskipun suaranya belum memenuhi kriteria sebagai penyiar, pihak manajemen Swaragama melihat potensi Andin di bidang lain, yaitu digital marketing. Andin pun memulai karir pertamanya di bidang digital marketing pada tahun 2010 dengan mengelola website serta akun Twitter dan Face...