Langsung ke konten utama

Personal Branding or Personally Branded?


Sudah banyak berbagai profesi yang dijalankan oleh seseorang yang kini mulai didengungkan aktivitasnya supaya publik lebih mudah mengidentifikasi orang tersebut sebagai seorang ahli dalam bidang tertentu. Seperti itulah peran dari "personal branding". Iya, ini merupakan istilah pemasaran modern yang ditujukan bagi personal yang menggunakan profesi-nya sebagai sarana dalam pengembangan bisnis. Misal seorang desainer interior yang menampilkan dokumentasi hasil karyanya yang digunakan oleh hotel-hotel berbintang melalui akun media sosialnya. Salah satu harapan sederhana dari aktivitas ini adalah ingin orang lain mengenalnya sebagai seorang desainer interior profesional dengan karakteristik desain yang elegan setara hotel berbintang sehingga akan muncul tawaran untuk menggarap proyek baru.  
     Karena personal branding adalah bagian dari cara pemasaran, si personal tentu saja tidak serta merta akan mempublikasikan berapa nilai tarif jasa yang dia kerjakan atau seberapa besar omset bisnis yang sedang dia kembangkan. Sebagai sarat implisit untuk menunjukkan "nilai" dalam personal branding seseorang adalah dengan menggunakan prinsip "jer basuki mawa beya" atau yang berarti: modal kesuksesan adalah pengorbanan (baca: biaya). Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh si desainer interior lagi. Misal saat diajak meeting untuk membicarakan suatu proyek dia memilih tempat-tempat yang berkelas atau menggunakan penanda lain berupa ikon fesyen yang dikenakan: tas, baju, jam tangan dengan merk tertentu. Penulis menyebut tindakan ini sebagai "personally branded". Yakni dalam upaya menjalankan personal branding, si personal tersebut melabeli dirinya dengan citra yang diidentikan dengan barang yang mengandung nilai tertentu supaya membentuk asumsi publik (orang lain) bahwa pekerjaan yang dia jalankan sepadan dengan nilai merk yang biasa dia kenakan atau gunakan.
     Sah-sah saja memang memadukan personally branded dalam aktivitas personal branding. Secara harmonis, perpaduan tersebut tentu saja akan tampak memukau di depan publik. Namun seberapa yakin personally branded yang kita lakukan sudah cukup seimbang? Atau jangan-jangan berlebihan?

Sumber gambar: jeffcarter.me

     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Garri Juanda, Tentang Karir, Bisnis dan Tentang Anak

Apa yang membuat AW&Co (PR & MarComm Consulting) tertarik mengulas Garri Juanda berawal dari kiprahnya yang pernah menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Tokopedia. Ia telah bergabung dengan Tokopedia sejak tahun 2016 dan telah memegang berbagai posisi, termasuk Vice President of Marketplace dan Co-Head of Marketplace. Garri lahir dan besar di Jakarta. Ia lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta pada tahun 2003 dan kemudian melanjutkan kuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, dengan mengambil jurusan Business Administration. Setelah lulus dari universitas pada tahun 2007, Garri bekerja sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company selama dua tahun. Pada tahun 2009, Garri bergabung dengan Rakuten, perusahaan e-commerce terbesar di Jepang. Di Rakuten, Garri bekerja sebagai product manager dan kemudian sebagai lead corporate planning officer. Selama bekerja di Rakuten, Garri terlibat dalam pengembangan berbagai produk dan layanan baru, termasuk Rakuten Mar...

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan...

Kalau (Pak) Andin Rahmana Ngobrol Digital Marketing

Andin Rahmana, seorang profesional di bidang digital marketing adalah relasi AW&Co Communication & Business consulting sejak beliau masih di Yogyakarta pada medio tahun 2012. Sebagai seorang ayah dengan dua anak, Andin terbiasa “juggling” dalam aktivitas sebagai kepala keluarga dan karir yang dijalani. Saat ini, Andin menjabat sebagai Head of Academic & Community di Purwadhika Digital Technology School. Padahal, Saat Kuliah Ingin Jadi Penyiar Perjalanan karir Andin dimulai dari minatnya pada dunia penyiaran. Saat masih menempuh studi S1 di bidang komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Andin mencoba peruntungannya menjadi penyiar di radio Swaragama FM, sebuah radio terkenal di Yogyakarta. Meskipun suaranya belum memenuhi kriteria sebagai penyiar, pihak manajemen Swaragama melihat potensi Andin di bidang lain, yaitu digital marketing. Andin pun memulai karir pertamanya di bidang digital marketing pada tahun 2010 dengan mengelola website serta akun Twitter dan Face...