Bagi yang tinggal di Jakarta pasti paham betul bahwa kemunculan Go-jek ini
merupakan moda transportasi alternatif untuk menebus liarnya kemacetan ibukota.
Ya, sejak mulai melayani di 2011, Go-jek seakan menuai manisnya sebuah bisnis
kurang lebih setahun terakhir. Manisnya layanan Go-jek ini lantaran munculnya aplikasi untuk smart phone yang memudahkan calon
penumpang mendapat layanan ojek sepeda motor. Respon yang baik oleh warga
ibukota membuat founding father-nya, Nadiem Makarim, mengembangkan lagi
layanan Go-Jek menjadi layanan kurir, belanja, dan jasa layanan antar makanan.
Meski awal dibuatnya Go-jek adalah untuk mengorganisir jasa abang tukang ojek
di ibukota namun dalam perkembangannya
Go-jek ini justru kemudian mampu merubah citra masyarakat terhadap layanan
ojek motor menjadi layanan tranportasi yang aman, nyaman, serta jujur dalam pricing.
Meski demikian, kesuksesan Go-jek ini bukan tanpa rintangan. Juni
2015 lalu, ramai di sosial
media yang menceritakan perlakuan diskriminatif oleh pelaku jasa ojek konvensional terhadap driver Go-jek. Beberapa dari
cerita tersebut menyebutkan bahwa driver Go-jek mendapat ancaman dan perlakuan
tidak menyenangkan dari abang tukang ojek yang biasa mangkal di pangkalan ojek.
Hal tersebut kemudian justru mendapat respon positif dari masyarakat yang biasa
menggunakan jasa Go-jek berupa dukungan untuk terus memberikan layanan prima.
Tak lama berselang, pihak korporasi Go-jek langsung memberikan statement yang menyatakan bahwa kehadiran
go-jek bukan untuk menyaingi keberadaan ojek pangkalan tapi justru mengajak
untuk sama – sama berkembang memberi layanan prima pada warga ibukota. Hal ini
menjadi good publication dan positioning baik untuk go-jek yang menjadi salah
satu perusahaan swasta penyedia layanan transportasi publik yang baik.
Fungsi
PR yang baik muncul dalam kasus go-jek vs ojek pangkalan ini, barangkali bisa
menjadi contoh bagaimana sebuah (per)usaha(an) perlu memiliki fungsi (seorang)
PR yang menjadi ujung tombak dalam manajemen krisis. Selain tentunya sebagai
pelaku usaha jasa mempunyai misi utama memberikan layanan prima kepada
masyarakat.
Bagi penulis, layak
ditunggu sepak terjang Go-jek lainnya dalam memberikan jasa layanan transportasi bagi warga ibukota yang konon
sesaat lagi juga akan masuk ke beberapa kota besar lain seperti Bandung & Surabaya. Patut ditunggu
pula, fungsi PR yang akan diusung Go-jek ketika berhadapan dengan “regulasi
jalanan” kota – kota besar lainnya. (Ditulis oleh: Eduardo Herlangga)
Komentar