Langsung ke konten utama

U Know U Love Me: XoXo


Rumor, sebuah fenomena yang tanpa disadari tumbuh sebagai sosok yang dicinta oleh khalayak yang terutama sangat mudah merebak (rapid) di dunia maya di kalangan netizen. Penulis jadi teringat dengan novel serial karangan Cecily Von Ziegezar yang juga telah dijadikan serial TV berjudul "Gossip Girl" yang menjadikan rumor sebagai komoditi untuk stabilitas eksistensi diri para tokohnya. Ternyata rumor yang jadi komoditi di cerita tersebut tidak hanya mempengaruhi eksistensi objek dari rumor tersebut saja, mengingat rumor tidak seru tanpa pengikut (follower), jadilah rumor yang berpengaruh terhadap semua pergerakan publik yang menjadi target komunikasi dari rumor itu.
       "U Know U Love Me: Gossip Girl" menjadi semacam salam penutup bagi si penguntit (stalker) kehidupan para sosialita di serial ini ketika membagi rumor ke khalayak dan dia memiliki tanda tangan berupa tanda "XoXo". Kata "U Know U Love Me" seperti menunjukkan bahwa publik suka rumor, publik cinta dan haus akan gosip. Gosip membuat hidup mereka berwarna karena gosip adalah cinta. Korelasi antara rumor, gosip dan cinta ini yang saat ini penulis lihat telah bergulir di ranah politik dan (politik) kehidupan kita begitu mudah, cepat dan merebak menggoyang labilnya pendirian khalayak hingga semakin labil.
      Penyebaran berita (baca: rumor) di media sosial mudah sekali menyebar ibarat efek bola salju. Penggunaan social media celebrity sebagai penggerak efek ini terasa begitu berperan penting. Para pengikutnya merasa apa yang disampaikan oleh celeb ini menjadi hal yang penting untuk digulirkan pembahasannya meskipun itu bukanlah hal yang penting sekalipun namun menjadi sangat penting kemudian. Rumorpun akan semakin berkembang menjadi: apakah celeb ini melakukan "publikasi berbayar" atau murni ungkapan pemikiran sendiri atas suatu isu tersebut. Apapun itu, publik sudah terlanjur terpengaruh, respon yang memunculkan rumor baru kemudian bisa diukur oleh si "dalang rumor" untuk kepentingan eksistensi diri dan materialisme si dalang. 
       Tanpa disadari, netizen (baca: kita) adalah responden tak berbayar yang telah "membayar" kepuasan si dalang yang juga stalker atau penguntit kehidupan kita. Kita sebagai publik bisa merasa menjadi orang yang terkini dan cerdas ketika mengikuti perguliran dari stalker/ dalang/ penguntit itu. Alhasil, kita akan mencintai sesuatu yang kita benci dan vice versa. Lalu, sanggupkah kita lepas dari jeratan kata manis "U Know U Love Me"?


     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Garri Juanda, Tentang Karir, Bisnis dan Tentang Anak

Apa yang membuat AW&Co (PR & MarComm Consulting) tertarik mengulas Garri Juanda berawal dari kiprahnya yang pernah menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Tokopedia. Ia telah bergabung dengan Tokopedia sejak tahun 2016 dan telah memegang berbagai posisi, termasuk Vice President of Marketplace dan Co-Head of Marketplace. Garri lahir dan besar di Jakarta. Ia lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta pada tahun 2003 dan kemudian melanjutkan kuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, dengan mengambil jurusan Business Administration. Setelah lulus dari universitas pada tahun 2007, Garri bekerja sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company selama dua tahun. Pada tahun 2009, Garri bergabung dengan Rakuten, perusahaan e-commerce terbesar di Jepang. Di Rakuten, Garri bekerja sebagai product manager dan kemudian sebagai lead corporate planning officer. Selama bekerja di Rakuten, Garri terlibat dalam pengembangan berbagai produk dan layanan baru, termasuk Rakuten Mar...

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan...

Kalau (Pak) Andin Rahmana Ngobrol Digital Marketing

Andin Rahmana, seorang profesional di bidang digital marketing adalah relasi AW&Co Communication & Business consulting sejak beliau masih di Yogyakarta pada medio tahun 2012. Sebagai seorang ayah dengan dua anak, Andin terbiasa “juggling” dalam aktivitas sebagai kepala keluarga dan karir yang dijalani. Saat ini, Andin menjabat sebagai Head of Academic & Community di Purwadhika Digital Technology School. Padahal, Saat Kuliah Ingin Jadi Penyiar Perjalanan karir Andin dimulai dari minatnya pada dunia penyiaran. Saat masih menempuh studi S1 di bidang komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Andin mencoba peruntungannya menjadi penyiar di radio Swaragama FM, sebuah radio terkenal di Yogyakarta. Meskipun suaranya belum memenuhi kriteria sebagai penyiar, pihak manajemen Swaragama melihat potensi Andin di bidang lain, yaitu digital marketing. Andin pun memulai karir pertamanya di bidang digital marketing pada tahun 2010 dengan mengelola website serta akun Twitter dan Face...