Langsung ke konten utama

The Corset's Runway



Dalam mitologi Yunani, kita mengenai Venus sebagai Dewi Cinta yang dilambangkan seorang perempuan cantik. Memang sejak jaman Yunani kuno, perempuan telah mendapatkan perhatian khusus dalam hal penampilan fisik. Itulah mengapa Dewi Cinta dilambangkan sebagai Venus sebagai seorang yang cantik nan gemulai.
Penampilan perempuan tidak terlepas dari apa yang dikenakannya baik dari dalam maupun luar. Dari segi pakaian dalam perempuan, kita mengenal bra atau beha yang hingga saat ini masih banyak digunakan. Pada dasarnya konsep bra yang saat ini masih digunakan oleh banyak perempuan di dunia tidak terlepas dari desain “penyangga dada” ala perempuan bangsa Kreta di jaman Yunani kuno pada tahun 2.500 sebelum masehi. Saat itu penyangga dada yang berbentuk seberti bra ini dikenakan di luar pakaian utama para perempuan di masa itu.
Mitos fungsi bra mulai kuat pada ketika ditemukanlah korset. Korset ditemukan oleh catherine de Medici, isteri raja Henri II pada abad pertengahan 15 catherine membuat pertaturan khusus bagi penampilan para bangsawan dan penghuni istana. yaitu mereka dilarang gemuk., sebaliknya harus berlekuk dalam alias ramping. Sejak saat itu catherine pun mulai menganjurkan pemakaian korset bagi para perempuan di kerajaannya. Anehnya semua perempuan mengabaikan rasa sakit untuk menjadi lebih ramping menggunakan korset. Selain itu penggunaan bra jenis korset ini juga merupakan symbol perempuan terhormat. Sehingga bagi para perempuan yang tidak menggunakan korset dianggap perempuan murahan.
Revolusi penggunaan pakaian dalam wanita mulai muncul ketika Mary phelps jacob penyelamat kaum hawa dari siksaan korset. Dialah yg menemukan BH pertama kali pada tahun 1913 tanpa sengaja, Ketika itu, perempuan New York ini berencana menghadiri sebuah pesta yang mewajibkannya berpenampilan resmi, tetapi penampilan korset justru memperjelek dirinya , lalu ia memiliki ide, saputangan sutranya dan beberapa pita. Tanpa sadar mary menemukan BH yang pertama. Dengan demikian citra perempuan terhormat dapat tetap dijaga (karena tidak menonjolkan puting susu) namun tidak terlalu menyiksa perempuan yang menggunakannya.
Penggunaan bra atau pakaian dalam perempuan ini dapat dikategorikan sebagai semiotika visual. Menurut kris Budiman, semiotika visual pada dasarnya merupakan salah satu bidang semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan. Semiotika sendiri baginya adalah ilmu yang mengkaji relasi tanda yang satu dengan tanda-tanda yang lain; relasi tanda-tanda dengan makna-maknanya, atau objek-objek yang dirujuknya (designatum) dan relasi tanda-tanda dengan para penggunanya, interpreter-interpreternya. Sehingga, ditilik dari sejarahnya, bra atau pakaian dalam perempuan-pun dapat dikategorikan sebagai unsure semiotika karena telah menjadi tanda bagi para perempuan dalam menjaga kehormatannya.
Sebegitu kuatnya mitos tentang penggunaan bra, para perempuan menjadi mengesampinkan factor kesehatan. Seperti pada jaman dulu mengenai siksaan bagi tubuh saat menggunakan korset. Bahkan saat inipun, juga telah diteliti di sebuah studi yang dipimpin oleh Sidney Ross Singer dan Soma Grismaijer membuktikan bahwa memakai bra terus menerus justru dapat meningkatkan risiko kanker payudara apabila menggunakannya lebih dari 12 jam sehari. 
Terlepas dari penelitian yang membuktikan bahaya penggunaan bra terlalu lama, di sisi lain justru industry pakaian dalam perempuan semakin berlomba-lomba untuk menciptakan kreasi bra sehingga semakin diminati sebagai ikon fashion, contohnya adalah Victoria’s Secret, industri pakaian dalam perempuan yang terinspirasi dari gaya pemakaian pakaian dalam perempuan (korset) di era Victoria.



Daftar Pustaka

Budiman, Kris. Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonositas. 2011. Jalasutra: Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Garri Juanda, Tentang Karir, Bisnis dan Tentang Anak

Apa yang membuat AW&Co (PR & MarComm Consulting) tertarik mengulas Garri Juanda berawal dari kiprahnya yang pernah menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Tokopedia. Ia telah bergabung dengan Tokopedia sejak tahun 2016 dan telah memegang berbagai posisi, termasuk Vice President of Marketplace dan Co-Head of Marketplace. Garri lahir dan besar di Jakarta. Ia lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta pada tahun 2003 dan kemudian melanjutkan kuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, dengan mengambil jurusan Business Administration. Setelah lulus dari universitas pada tahun 2007, Garri bekerja sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company selama dua tahun. Pada tahun 2009, Garri bergabung dengan Rakuten, perusahaan e-commerce terbesar di Jepang. Di Rakuten, Garri bekerja sebagai product manager dan kemudian sebagai lead corporate planning officer. Selama bekerja di Rakuten, Garri terlibat dalam pengembangan berbagai produk dan layanan baru, termasuk Rakuten Mar...

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan...

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  di...